Selasa, 26 Mei 2009

Etos Kerja

Etos Kerja

Oleh Yusuf Burhanudin

Prestasi yang bernilai di sisi Allah adalah proses kerja seseorang. Allah SWT tidak melihat hasil tapi menilai proses, kesungguhan, dan kegigihan seseorang menggapai cita-cita dan memenuhi hajat hidup.

Firman-Nya, ''Dan katakanlah, 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.'' (QS At Taubah [9]: 105).

Rasul memuji orang yang gigih bekerja dan hidup mandiri dari hasil keringat sendiri. Sabdanya, ''Salah seorang kalian membawa seutas tali, lalu pergi ke gunung dan pulang dengan seikat kayu bakar di atas punggung lalu menjualnya sehingga Allah mencukupkan kebutuhannya, lebih baik daripada meminta-minta pada orang lain, bisa dikasih bisa juga ditolak.'' (HR Bukhari).

Meminta bantuan orang lain, sifatnya kondisional dan sesaat yaitu ketika terdesak setelah berusaha. Yang terjadi kini, perilaku meminta-minta bukan ketika terdesak, tapi dijadikan kebiasaan dan lahan hidup.


Memohon belas kasihan orang, apalagi dijadikan profesi dan kebiasaan, termasuk perbuatan hina, bahkan merendahkan harkat dan martabat sendiri. Rasul memperingatkan, ''Siapa mengemis pada orang lain dari harta mereka untuk memperkaya diri, sungguh ia memungut kerikil neraka; apakah ia hendak menyedikitkannya atau memperbanyaknya.'' (HR Muslim).

Kebiasaan mengemis bukan semata-mata soal kemiskinan, tapi terkait krisis mentalitas dan etos kerja yang buruk. Buktinya, mengemis bukan monopoli kaum dhuafa, tapi juga melanda 'pengemis berdasi' yang kehilangan rasa malu dengan memohon jatah proyek sekalipun menghalalkan segala cara dengan menyuap dan berkolusi.

Inilah saat-saat di mana umat Islam kehilangan tiga hal utama sekaligus; kemandirian, tidak tahan banting ujian, dan terkikisnya rasa malu. Tiga hal pokok inilah yang secara bersamaan meruntuhkan posisi umat Islam sebagai umat terbaik, pilihan, sekaligus terbesar.

Surga menanti orang yang hidup mandiri dan tidak menggantungkan diri pada bantuan orang. Sabda Rasul, ''Penghuni surga ada tiga golongan; penguasa adil, jujur, dan terpercaya; orang yang baik hati pada kerabat dan sesama Muslim; dan orang (miskin) yang tak pernah mengemis sekalipun keluarganya mampu memberikan tanggungan.'' (HR Muslim)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar