Rabu, 27 Mei 2009

Tangisan Langit dan Bumi

Oleh Imam Taufik Al Khatab

Berpredikat sebagai mukmin adalah keistimewaan tiada banding. Alquran banyak menyebutkan keutamaan dan kedudukan ini, baik di dunia maupun akhirat.
Namun, yang tak banyak dibahas adalah bagaimana sesungguhnya kedudukan seorang mukmin di mata makhluk Allah SWT yang bernama langit dan bumi.

Al Imam Ibnu Jarir meriwayatkan, suatu ketika Ibnu Abbas RA ditanya seseorang, ''Wahai Abal Abbas, apakah engkau mengetahui firman Allah (QS An Nahl [16]: 29)? Apakah benar bahwa langit dan bumi dapat menangisi seseorang?''

Ibnu Abbas menjawab, ''Benar, sesungguhnya tak seorang pun di muka bumi ini melainkan ia memiliki pintu di langit di mana darinya rezeki diturunkan dan amalan dinaikkan. Jika seorang Mukmin meninggal, tertutuplah pintu itu dan menangislah ia karena kehilangan.''


''Demikian pula halnya bumi, ia merasakan pula kehilangan yang selama ini menjadi tempat beribadah. Di atasnya, mukmin shalat dan berzikir kepada Allah Azza wa Jalla. Maka, menangislah bumi kepadanya.'' (Tafsyir Ibnu Katsir, IV/128).

Rasulullah SAW bersabda, ''Ketahuilah, tidak ada (istilah) keterasingan bagi seorang mukmin. Tidak ada seorang mukmin pun yang mati di pengasingan, di mana dia terasing dari orang-orang yang mencintainya, melainkan ia akan ditangisi oleh langit dan bumi.'' (HR Ibn Jarir).

Manusia berpredikat Mukmin bukanlah manusia biasa. Seluruh tindak-tanduknya disaksikan secara langsung oleh langit dan bumi. Ketika wafat dan meninggalkan tempat asalnya, langit dan bumi turut menangis karena mereka kehilangan seseorang yang terbiasa memakmurkan bumi dengan amalan-amalan saleh.

Sangatlah bijak bila dalam melakukan aktivitas sehari-hari, kita berkaca tidak hanya kepada diri sendiri, tapi juga kepada alam semesta ini. Allah SWT telah menciptakan semua makhluk, baik di langit maupun di bumi yang sesungguhnya punya kekuatan berinteraksi, antara sesama mereka maupun makhluk lainnya, bahkan kepada Allah SWT melalui tasbih dan doa.

Mereka benar mengaplikasikan keimanannya, menjauhi kemaksiatan serta ber-mujahaddah untuk mencari bimbingan-Nya, akan menjadi kecintaan bagi makhluk di langit dan bumi serta kecintaan pula bagi Allah SWT.

Sering kali kita menyaksikan ketika bencana alam tiba, berduyun-duyun manusia sadar akan siapa dirinya. Namun, saat segalanya kembali normal, mereka lupa akan guncangan itu, dan sibuk dengan aktivitasnya kembali. Hanya mereka yang beriman dengan sebenar-benarnya yang memiliki kestabilan sikap.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar